Malam Minggu, 9 Oktober 2004, datang ke rumah saya sahabat lama. Terpisah oleh jarak yang sangat panjang , dan rentang waktu yang sangat lama – lama sekali bahkan, maka kehadirannya jelas-jelas membawa keharuan tersendiri.
Ada apa gerangan sahabat tiba-tiba berkunjung tanpa komunikasi terlebih dahulu.
“Really fucking boss” katanya dengan bahasa inggris – satu-satunya kalimat bahasa inggris yang dia ketahui. Maklum dia emang bekerja di perusahaan wireless – dan beberapa kali mungkin bertemu dengan client luar negerinya, jadi ngerti dikit-dikit bahasa inggris.
Dia terus berkisah (tepatnya berkeluh kesah) mengenai kondisi kantor dan perilaku siempunya perusahaan (dia menyebut Boss). “Coba bayangkan mas...”lanjutnya” Ditempat kami, keringat ternyata lebih berharga dari otak”.
“Aku tidak tahu arti keadilan setelah bekerja disini” katanya masih dengan emosi yang sangat tinggi.
Ceritanya..kawan sejati saya ini lagi gundah gulana, berkaitan dengan lingkungan kerja, volume pekerjaan, dan segala sesuatu dikantornya, termasuk penghargaan terhadap prestasi kerja. Beliau berkisah tentang ketidak jelasan wewenang – tanggung jawab – dan job description yang samar. Dia mengerjakan “hampir” semuanya – mulai dari menyapu sampai berkomunikasi dengan client. Kawannya dia – dari divisi berbeda juga mengerjakan pekerjaan yang sama dia lakukan. Dan betapa kawannya akhirnya memutuskan untuk keluar dari kantor, karena kondisi ini. Ketidak jelasan – kesemrawutan dan ketidak adilan salary, ditambah perkataan terakhir dari bossnya benar-benar telah memicu otak kesadaran kemanusiaannya. Harga dirinya merasa tercobak-cabik, pekerjaannya – hasil otak encernya - ternyata tidak berharga sama sekali. Haruskan dia mengikuti jejak kawannya keluar dari kantor tersebut? Dia sedang gundah gulana. Hem... kemarahan dan kegundahan yang bisa diterima akal.
Saya katakan “ Mungkin antum perlu berdiskusi mengenai pekerjaan antum dengan boss anda”
“Percuma aja mas” katanya, “Kami sudah berusaha membuat job descriptions sedemikian rupa, sudah di usulkan ke atasan, memang usulan diterima, tapi pelaksanaan tidak sesuai dengan usulan”
“Boss selalu berpegang pada pasal 1 dan 2”
Aku mengerti pasal yang dia maksudkan. Kami berkesimpulan bahwa komunikasi kerja memang sudah tidak mungkin lagi dilakukan.
“Sahabat”, kataku, “marilah kita mawas diri sebelum melihat kesalahan orang lain” Tiap manusia memiliki kesalahan – itu pasti – tapi tiap orang juga sisi baiknya. Ketika anda berprasangka bahwa boss anda manusia paling tidak adil didunia, anda hanya melihat dari sisi buruknya. Ingatlah bahwa dia juga punya sisi baik – sekecil apapun. Kita harus menghargai itu sebagai salah satu bentuk penghargaan kita terhadap Tuhan.
Bahwa gaji yang anda terima tidak sesuai dengan ukuran anda....untuk sementara kita abaikan dulu. Kalkulasi mengenai ini akan terlalu panjang dan tidak akan mencapai titik temu.
Sahabat, marilah kita selalu ingat apa kata guru ngaji kita dulu. Bahwa rejeki adalah milik Alloh Yang Maha Pemberi Rejeki. Berapapun gaji yang anda terima – jika anda ikhlas dan anda dapatkan dengan cara-cara yang diperkenankan Tuhan, Insya akan lebih barokah dari pada milyaran rupiah yang didapatkan dengan cara yang dibenci Tuhan. Bahwa boss anda telah berlaku tidak adil, marilah semuanya kita serahkan kepada Yang Maha Adil. Keadilan Alloh Yang Maha Adil, tidak mungkin berbohong. Tuhan memiliki sendiri konsep keadilan ini, konsep kasih sayang dan aturan pemberian rejeki.
Malam semakin larut... sahabat saya nampaknya telah puas mencurahkan kegundahan. Memang Tuhanlah tempat sejati sandaran kita, Dia lah Maha Penyayang sejati.
Semoga Alloh senantiasa memberi anakku rejeki yang barokah. Amien...